» » UU Ormas Disahkan, Ormas "Nakal" Bisa Ditindak




Jakarta, Suara-Muslim.Com
Ketua Pansus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain, menyatakan RUU ini responsif atas kondisi aktual bidang sosial kemasyarakatan. Buktinya terdapat sejumah ketentuan sanksi bagi ormas yang melakukan pelanggaran hukum dan meresahkan warga.


"Ormas yang nyata-nyata melakukan pelanggaran seperti pasal 59 ayat 2, pemerintah bisa membubarkan atau mencabut statusnya lewat pengadilan atau fatwa MA," kata Malik kepada VIVAnews.



Larangan dalam pasal itu antara lain melakukan kegiatan sparatis yang mengancam kedaulatan NRI, melakukan kekerasan, merusak fasilitas umum, fasilitas pemerintah, termasuk melakukan kegiatan di luar kewenangannya. "Kayak sweeping, misalnya," kata Malik.



Menurutnya, pemerintah bisa membubarkan atau mencabut statusnya lewat pengadilan atau fatwa MA dengan ketentuan bagi Ormas yang berbadan hukum lewat pengadilan dan yang non badan hukum (SKT/surat keterangan domisili) lewat fatwa MA. "Usulan pencabutan/pembubaran harus melalui SP sebagai upaya pembinaan ormas," katanya.



Berikut bunyi pasal 59 ayat (2):

Ormas dilarang:
a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
c. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau

e. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan UU Ormas tidak lantas membuat pemerintah dapat dengan mudah membubarkan ormas, termasuk ormas nakal sekalipun. Pemerintah tidak dapat semena-mena membubarkan ormas karena harus lebih dulu minta pendapat Mahkamah Agung. 



“Jadi tidak bisa langsung dibubarkan Kemendagri,” ujar Gamawan. Kini setelah UU Ormas disahkan, pemerintah akan segera menyosialisasikannya.



Pasal-pasal krusial



Ada beberapa pasal yang diubah sebelum disahkan dalam paripurna. Pengubahan itu untuk mengakomodir keinginan ormas yang saat akan disahkan pada 25 Juni lalu menolak. Atas penolakan itu DPR memutuskan menunda satu pekan untuk sosialisasi dan dilakukan pertemuan.

Berikut pasal-pasal yang berubah itu:



Bab III pasal 7, yang sebelumnya mengatur ormas harus memiliki bidang kegiatan tertentu, seperti agama, hukum, sosial, ekonomi dan lainnya dihapus. Sehingga, peraturan kebijakan pormas, diserahkan sesuai dengan AD/ART. Maka ormas bebas menjalankan bidang masing-masing.



Bab IX Pasal 35 tentang keputusan organisasi, juga dihapus. Karena itu, akan diserahkan pada anggota masing-masing ormas sesuai diatur dalam AD/ART.



Bab XIV Pasal 47 tentang ormas yang didirikan oleh warga negara asing, terdapat tambahan berupa aturan di mana syarat ormas yang didirikan warga negara asing, dan berbadan hukum asing, salah satu jabatannya baik ketua, sekertaris atau bendahara, harus dijabat oleh warga negara Indonesia.



"Maka ini untuk supaya ormas asing produktif tidak kontraproduktif," kata Malik. Sebelumnya, dalam pasal 47 itu, tidak diatur hal tersebut.



Bab XIV pasal 52 d, tentang ormas yang didirikan oleh warga negara asing, juga ada perubahan. Di mana, ditambahkan penjelasan mengenai kegiatan politik yang dimaksud adalah kegiatan yang mengganggu politik dalam negeri, penggalangan dana, dan propaganda politik. "Jadi yang dilarang adalah praktek politik praktis, dan intervensi politik," kata Malik.



Sebelumnya dalam pasal 52 d, hanya berbunyi: memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.



Bab XVII Pasal 59 tentang larangan. Dalam pasal 59 ayat 1a, ada kerancuan. Sehingga, menurut Malik, pansus melakukan penyempurnaan sehingga rumusannya menjadi larangan untuk menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara RI menjadi bendera atau lambang ormas.



"Peraturan ini terkait dengan larangan dalam pasal 57 ayat c UU 24/2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan," kata dia.



Sebelumnya, dalam pasal 59 ayat 1a, hanya disebutkan: menggunakan bendera atau lambang negara RU untuk kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Bab XVII Pasal 59 tentang larangan, ayat lima, ketentuan yang dihilangkan diatur dalam pasal 60 ayat 2 huruf D, sehingga rumusannya menjadi "melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".



Alasan latar belakangnya, kata Malik, muncul agar pemerintah dan aparat hukum bisa mengorganisasi seperti  sesuai aturan perundang-undangan ini. "Untuk antispasi ada aparat penegak hukum bisa antisipasi ormas di luar kewenangan seperti sweeping," ujar dia.



Bab XVII tentang sanksi, pasal 65 ayat 3, sanksi penghentian kegiatan sementara kab/prov wajib minta pertimbangan kepala DPRD, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian setempat. Sanksi penghentian sementara adalah sanksi yang libatkan publik, kalau internal seperti rapat bisa dilakukan.



"Jadi dihentikan sementara maksimal 6 bulan. Ini untuk kegiatan publik, bukan kegiatan internal," ujar dia.



Bab XVIII Pasal 83 B tentang ketentuan peralihan, ketentun peralihan ada kalimat "sehingga berikan penghargaan ormas berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia penghargaan atas ormas itu diakui sebagai aset bangsa, sehingga tidak perlu pendaftaran sesuai UU ini."



"Pansus sadar bahwa RUU ormas ini bisa berikan tempat istimewa karena kontribusi, reputasi sejarah yang harus diakomodasi dan diakui secara pasti, maka kami sadar dan letakkan ormas besar untuk mendapat tempat tidak hanya terhormat tapi istimewa," ujar dia.


Sumber: Viva News

About Unknown

Hi there! I am Hung Duy and I am a true enthusiast in the areas of SEO and web design. In my personal life I spend time on photography, mountain climbing, snorkeling and dirt bike riding.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply